Hari ini 25 Nopember 2019, diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Semuanya sepakat, bahwa pendidikan adalah sangat penting di dalam berbangsa dan bernegara.
Rujukannya sesuai amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maupun batang tubuhnya. Salah satu unsur penting di dalam pendidikan adalah guru yang hari ini diperingati sebagai Hari Guru.
Hari Guru bukan dalam rangka hanya sekadar upacara atau seremonial belaka sebagai bentuk penghargaan bangsa ini. Mereka para guru telah memberikan pengajaran kepada anak-anak bangsa.
Permasalahan yang hingga saat ini belum kelar adalah, soal kesejahteraannya. Khususnya guru swasta di bawah Kementerian Agama.
Keberadaan dua instansi yang mengelola pendidikan, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Agama. Ini terjadi perbedaan, baik itu administrasi, pengelolaan sumber daya manusia, kurikulum dan lainnya. Kesejahteraan para guru ketika pendidikan dikelola dinas pendidikan atas amanah otonomi daerah maka di dalam pengelolaan birokrasinya lebih sederhana.
Usulan-usulan peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan dengan mudah. Tetapi madrasah karena di bawah Kementerian Agama masih terpusat. Dampaknya untuk perubahan tingkat kesejahteraan, waktu yang sangat panjang, pun demikian soal anggarannya.

Kabupaten Bojonegoro misalnya, honor guru honorer sudah mendapatkan tambahan penghasilan, tetapi tentu berbeda-beda. Antara yang sudah masuk kategori 2 atau K2 dengan yang belum masuk K2, tetapi peningkatan kesejahteraannya dapat dirasakan.
Hal itu tidak dapat dirasakan oleh guru-guru di Kabupaten Bojonegoro di bawah Kementerian Agama, mereka tidak masuk di dalam program pemerintah kabupaten. Musababnya, karena memang bukan dalam kewenangan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Anisatus Sholikhah, guru di sekolah yayasan di Bojonegoro mengatakan, di Kementerian Agama ada beberapa kategori. Yakni guru bersertifikasi impasing, honornya disesuaikan golongan dan setara guru PNS, guru sertifikasi insentifnya Rp. 1.500.000, guru ber NUPTK insentifnya setiap bulannya Rp. 250.000. Namun setiap tahun terkadang hanya terbayar delapan atau sembilan bulan menyesuaikan Dipa dari APBN. “Sertifikasi dan pengajuan NUPTK sekarang sulit. Untuk guru non NUPTK, hanya honor dari yayasan Rp. 150 ribu – 200 ribu saja, karena memang pengabdian kita sebagai guru,” tegasnya.
Ungkapan Anisatul Sholikhah didukung Ketua Persatuan Guru Nahdhotul Ulama (Pergunu) Kabupaten Bojonegoro Ahmad Suprayitno. Menurutnya, guru swasta masih jauh dari kata sejahtera. Setidaknya jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bojonegoro, hanya sepertiga persennya saja.
Maka perlu adanya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) baik guru yang mengajar di lembaga di bawah naungan Dinas Pendidikan maupun Kementerian Agama.
Yang mesti dijelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab para guru itu sama. Kurikulumnya, beban administrasinya juga sama. Yang lebih penting adalah, substansi instansi untuk memberikan pendidikan yang terbaik kepada putra-putri bangsa juga sama. Pertanyaannya mengapa ada perbedaan?
Kementerian Agama memaksakan diri untuk terus mengelola pendidikan dengan alasan keikhasan. Sementara yang dimiliki oleh madrasah tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Tentu saja ini belum ngomong soal kualitas pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana dari madrasah-madrasah.
Untungnya keikhlasan para guru di madrasah menjadi motivasi tetap mengajar, meski sedikit imbalan yang diterima Negara kepadanya. Tentu Negara tidak bisa menutup mata dengan hanya memberikan pujian sebagaimana lagu Hymne Guru ciptaan Sartono, yang melegenda itu. Terlena dengan judul lagu, ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’, tetapi para dewan guru masih tetap merana. Mereka tetap mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Harus ada terobosan terkait pengelolaan pendidikan ini. Khususnya soal peningkatan kesejahteraan dari para guru madrasah.
Terkait kesejahteraan Guru Non PNS disinggung di rapat paripurna DPRD Bojonegoro pada 20-11-2019. Agendanya, jawaban Bupati Bojonegoro atas pandangan fraksi – fraksi tentang penjelasan nota pengantar (Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rancangan APBD 2020, yakni Revisi Perda pendidikan saat ini pada tahapan pembahasan Banleg DPRD telah diupayakan kenaikan tunjangan GTT/PTT. Yaitu melalui APBD Perubahan 2019 dan APBD 2020.
Namun masih bertahap belum bisa memenuhi UMK. Skema tunjangan GTT/PTT akan dilakukan kenaikan pada tiap tahunnya secara bertahap, sehingga nanti besarannya tidak jauh dari besaran UMK. “Bagi guru TK / GTY merupakan tanggung jawab penuh dari yayasan, pemberian tunjangan atau bantuan dari pemerintah merupakan sebuah nilai tambah dan sebagai support saja,” ujar Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah,.
Kabupaten Bojonegoro yang kaya, kini punya anggaran pendapatan dan belanja daerah hingga Rp 6.3 triliun. Jika ditelaah, semestinya bisa memberikan peningkatan kesejahteraan para guru madrasah ini. Para guru itu, anak anak Bojonegoro, anak Bangsa. Mereka punya hak yang sama dengan guru di bawah dinas pendidikan.
Selamat Hari Guru.
Penulis : Syafik/Rozi kini
Editor : Sujatmiko